TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG HARTA KEKAYAAN (QS.AL-KAHFI: 45, QS. AL-IMRAN: 14, DAN QS. AT-THAGABUN: 15


MAKALAH
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG HARTA KEKAYAAN (QS.AL-KAHFI: 45, QS. AL-IMRAN: 14, DAN QS. AT-THAGABUN: 15
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Tafsir Hukum Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu: Drs. HM. Fachrir Rahman, MA




1.      SUCI RAMADHANI PUTRI               (170201027)
2.      MUHAMMAD SAFRI HANAFI


JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2018/2019

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa  kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya adalah panutan bagi semua umatnya.
 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir Hukum Ekonomi Syariah" pada jurusan Muamalah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Makalah ini berjudul Tafsir Ayat-ayat tentang Harta Kekayaan” yaitu yang akan membahas seputar ayat, terjemahan, tafsir dan kemudian asbabun nuzul dari ayat-ayat yang dimaksud. Yaitu Qs.Al-Kahfi ayat 45, Qs. At-Thagabun ayat 15 dan Qs. Al-Imran ayat 14.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf bila ada salah-salah kata. Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari kami sendiri. Sedangkan segala kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga Allah SWT meridhai kita. Tiada gading yang tak retak. Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
                                                            Mataram, 30 September 2018
                                                                                                                                                                                                                                                                          Kelompok 02

DAFTAR ISI










BAB I

PENDAHULUAN


Harta disebut juga dengan mal atau yang bentuk jamaknya amwal, secara etimologis berarti condong, cenderung dan miring. Ada juga yang mengartikan mal dengan sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka menjaganya, baik dalam bentuk materi maupun manfaat. Sesuatu yang tidak dapat dikuasai oleh manusia tidak bisa disebut dengan harta.
Adapun pengertian harta secaraetimologis, yaitu sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya.[1]
Lalu bagaimanakah konsep ataupun kedudukan harta itu sendiri di dalam Islam. Konsep ataupun kedudukan dari harta di dalam Islam dapat kita lihat pada ayat-ayat Al-Qur’an. Karena sesungguhnya Allah telah menjelaskan bagaimana konsep atau kedudukan harta itu sendiri. Namun, agar kita dapat lebih jelas dalam memahami ayat-ayat Al-Qur;an maka diperlukanlah metode tafsir.
Berikut pada makalah kami inilah kami akan membahas konsep atau kedudukan harta kekayaaan di dalam Islam melui perspektif metode tafsir. Dalam hal ini kami melakukannya dengan merujuk pada kitab-kitab Imam-imam besar muslim di bidang tafsir, seperti tafsir oleh Imam Ibnu Katsir. Fokus kami adalah pada tiga surat, yaitu Qs. Al-Kahfi ayat 45, Qs. Al-Imran ayat 14 dan Qs. At-Thagabun ayat 15.
1.      Bagaimana harta dalam konsep Islam?
2.      Bagaimana tafsir dari Qs. Al-Kahfi ayat 45 mengenai harta kekayaan?
3.      Bagaimana tafsir Qs. Al-Imran ayat 14 mengenai harta kekayaan?
4.      Bagaimana tafsir Qs. At-Thagabun ayat 15 mengenai harta kekayaan?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana konsep harta dalam Islam.
2.      Mengetahui bagaimana tafsir dari Qs. Al-Kahfi ayat 45 tentang harta kekayaan.
3.      Mengetahui bagaimana tafsir Qs. Al-Imran ayat 14 tentang harta kekayaan.
4.      Mengetahui bagaimana tafsir Qs. At-Thagabun ayat 15 tentang hartakekayaan.















BAB II

PEMBAHASAN


Ayat tentang harta kekayaan yang pertama adalah yang terdapat dalam Qs. Al-Kahfi ayat 46.
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZƒÎ Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ( àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îŽöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îŽöyzur WxtBr& ÇÍÏÈ  
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”(Qs. Al-Kahfi ayat 46)
المال والبنون زينة الحيؤة الدنيا)) “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” Keduanya dapat dijadikan  perhiasan dalam dunia.[2] Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan bagian ayat “Albaqiatusshalihaat” sebagai amalan yang baik lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhan serta lebih baik untuk menjadi harapan. [3]
Dalam surat Al-Imran ayat 14 Allah berfirman pula;
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Al-Imran ayat 14)
Dan di lain surat Allah berfirman:
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ  
Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Tagabun ayat 15)
Menurut Ibnu Abbas, Saida bin Jubair dan lebih dari satu ulama salaf bahwa yang dimaksud dengan kata “Albaqiatusshalaat” ialah kewajiban shalat  lima waktu. Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas pula, bahwa yang dimaksud ialah ucapan-ucapan “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaa ha illallahu, Allahu akbar”.
Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman bin Affan ditanya orang tentang apakah “Albaqiatusshalaat”itu. Beliau menjawab “Lailaha illallahu, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu  akbar dan laa haula wala quwwata illah billah adzim”.[4]
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
سبحا ن الله و ا لحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبرهن البا قيا ت الصا لحات
Artinya: “Subhaanallah, Alhamdulillah, lailaha illahllahu Allahu akbar, itulah yang disebut  Albaqiatusshalaat”.
Sedangkan menurut Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Al-Suyuti asbabun nuzul dari Qs. Al-Kahfi ayat 46 yaitu
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa kita dilarang untuk terlena dengan harta benda yang kita miliki. Karena sesungguhnya itu semua hanyalah perhiasan dunia. Karena sebaik-sebaik amalan adalah Albaqiatusshalaat”.
Manusia memang termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat ia hidup.[5]
Ayat tentang harta kekayaan yang selanjutnya adalah Qs. Al-Imran ayat 14.
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya:”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs.Al-Imran ayat 14)
Di dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat di atas adalah; Allah Swt memberitahukan mengenai apa yang dijanjikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia, berupa berbagai ragam kenikmatan; wanita dan anak.[6]
Allah Swt memulainya dengan menyebut wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh wanita itu lebih berat, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis shahih, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ما تركت بعدي فتنة أضر علي الرجا ل من النسا ء
“Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita”
Jika keinginan terhadap wanita itu dimaksudkan untuk menjaga kesucian dan lahirnya banyak keturnan, maka yang demikian itu sangat diharapkan, dianjurkan dan disunnahkan. Sebagaimana beberapa hadis telah menganjurkan menikah.
الد نيا متاع, وخيرمتا عها المر أة الصا لحة  إن نظر إليها سرته ,  وإن أمرها أطا عته, وإن غاب عنها حفطته في نفسها وما له
“Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah. Jika dia (suami)  memandangnya, dia (istri) menyenangkannya,jika memerintahnya, maka dia mentaatinya, dan jika ia (suami) tidak berada di sisinya, dia senantiasa menjaga  dirinya dan (menjaga)  harta suaminya”. (HR. Muslim, nasa’i, dan Ibnu Majah)
Demikian halnya dengan kecintaan kepada harta benda. Terkadang dimaksudkan untuk berbangga-bangga, angkuh dan sombong kepada orang-orang lemah serta menindas orang-orang fakir, hal ini merupakan perbuatan tercela.
Tetapi terkdang dimaksudkan untuk memberikan nafkah kepada kaum kerabat, mempererat silaturrahmi, berbuat baik dan ketaatan, yang terakhir ini merupakan perbuatan terpuji secara syar’i.
Sedangkan menurut firmannya, (المسومة)  “pilihan”  , telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia menuturkan al-musawwamah berarti yang digembalakan dan sangat bagus.
Firman-Nya (والاأنعم) “Binatang ternak” yaitu unta, sapi, dan kambing. Sedangkan firman-Nya (واحرث) “Sawah ladang” yaitu tanah yang digunakan untuk berladang dan bercocok tanam.
Selanjutnya Allah Swt berfirman دا لك متا ع الحيا ة الدنيا)) “Itulah kesenangan hidup di dunia”. Dengan kata lain, itulah bunga sekaligus perhiasan kehidupan dunia yang fana.
Firman-Nya (والله عنده حسن المئا ب) “Dan di sisi Allah lah tempat kembali segala yang baik (Surga). Yaitu tempat kembali dan juga pahala yang baik.[7]
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ  
Artinya:   Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Thagabun ayat 15)

(إنما أموالكم)  “Sesungguuhnya hartamu” yang fana (وأولا دكم فتنة) “Anak-anakmu hanyalah cobaan” sebagai ujian bagimu hinggatampak siapa diantara kamu yang sibuk dengan harta dan anak-anak atau yang sibuk dengan mengingat Allah (واالله عند ه ) “Disisi Allah-lah) bagi orang yang sibuk dengan mengingat-nya an berpaling dari selain-Nya (أجرعظيم) “Pahala yang besar” tidak ada yang mengetahui selain Dia.[8]
Dalam kitabnya, Ibnu  Katsir menjelaskan tafsiran dari ayat di atas bahwa Allah Swt berfirman” Sesunguhnya harta benda dan anak itu adalah fitnah”. Artinya, harta dan anak itu akan menjadi bahan ujian dan cobaan dari Allah Swt.  Bagi makhluk-Nya agar Dia mengetahui siapakah hamba-hamba-Nya yang taat dan yang durhaka kepada-Nya.[9]


















BAB III

 PENUTUP


Kesimpulan dari Qs. Al-Kahfi ayat 46 yaitu Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” Keduanya dapat dijadikan  perhiasan dalam dunia. Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan bagian ayat “Albaqiatusshalihaat” sebagai amalan yang baik lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhan serta lebih baik untuk menjadi harapan
Selanjutnya kesimpulan dari Qs. Al-Imran ayat 14 yaitu Allah Swt memberitahukan mengenai apa yang dijanjikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia, berupa berbagai ragam kenikmatan; wanita dan anak.
Dan terakhir kesimpulan dari Qs. At-Thagabun ayat 15 yaitu bahwa Allah Swt berfirman” Sesunguhnya harta benda dan anak itu adalah fitnah”. Artinya, harta dan anak itu akan menjadi bahan ujian dan cobaan dari Allah Swt.  Bagi makhluk-Nya agar Dia mengetahui siapakah hamba-hamba-Nya yang taat dan yang durhaka kepada-Nya.
Sesungguhnya makalah kami ini pastilah tidak luput dari kesalahan. Karenanya kami sungguh sangat mengharapkan kritik dan saran dari segala pihak. Yang dapat lebih membangun kami lagi.






DAFTAR PUSTAKA


Al-Mirgani, Muhammad Usman Abdullah. 2009, Mahkota Tafsir jilid 1, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
---------2009, Mahkota Tafsir jilid 3, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Jauhar, Ahmad Al-Mursi. 2013,  Maqashid Syari’ah, Jakarta: Amzah.
Katsir, Ibnu. 2003, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
---------Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Katsir, Ibnu. 2004, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5, Surabaya: Bina Ilmu.
Mahalli, Jalaludin. 2009, Terjemah Tafsir Jalalin, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Mardani, 2013, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana.



[1] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 59
[2] Jalaludin Mahalli dkk, Terjemah Tafsir Jalalin Berikut Asbaabun Nuzu Jilid 3, (Bandung:2009, Sinar Baru Algensindo), hlm. 1208.
[3] Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5, (Surabaya: 2004, Bina Ilmu), hlm. 147.
[4] Ibid., hlm. 148.
[5] Ahmad Al-Mursi,  Maqashid Syari’ah, (Jakarta: 2013, Amzah), hlm. 189.
[6] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, (Bogor: 2003 Pustaka Imam asy-Syafi’i), hlm. 18
[7] Muhammad Usman Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir Jilid3, (Bandung: 2009, Sinar Baru Algensindo), hlm. 378-379.
[8] Muhammad Usman Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir Jilid1, (Bandung: 2009, Sinar Baru Algensindo), hlm. 3294-3295.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor: 2003 Pustaka Imam asy-Syafi’i), hlm 129

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Kewirausahaan Islam

Makalah Filsafat Empirisme

KAIDAH FIKIH KULLIYAT YANG KE 26-30