HUBUNGAN INDUSTRIAL
MAKALAH
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Hukum Ketenagakerjaan”
Dosen Pengampu: Dr. Ratna Mulhimah,
MH
Suci
Ramadhani Putri (170201027)
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2018/2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam senantiasa kita haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju
alam yang terang benderang. Dan semua
perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya adalah panutan bagi semua umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum
Ketenagakerjaan" pad a
jurusan Muamalah, Universitas
Islam Negeri (UIN) Mataram.
Makalah ini berjudul “Hubungan
Industrial”
Demikianlah
yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf bila ada salah-salah
kata. Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari kami
sendiri. Sedangkan segala kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga Allah
SWT meridhai kita. Tiada gading yang tak retak. Sekian.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
Mataram,
13 Maret 2019 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Hubungan
industrial merupakan sisi yang paling rawan di dalam bidang ketenagakerjaan.
Kerawanan tersebut sebagai akibat dari sifat hubungan kerja dimana pada
dasarnya ada perbedaan kepentingan antara pelaku proses produksi, ialah pekerja
dan pengusaha. Kerawanan ini semakin lebih potensial manakala hubungan
industrial berkembang menjadi bermuatan politik. Kaum pekerja yang lemah tidak
jarang digunakan untuk alat politik tertentu. Apalagi pada akhir-akhir ini
praktek hubungan industrial diakui sebagai salah satu sisi pelaksanaan hak
asasi manusia dan demokratisasi.
Pelaksanaan
hubungan industrial yang kurang baik pada hakekatnya hanya menunda masalah.
Tidak mustahil bahwa penundaan masalah tersebut merupakan “bom waktu” yang pada
saatnya akan meledak yang bahkan menimbulkan kerugian yang besar. Pada
akhir-akhir ini praktek hubungan industrial di suatu negara juga menjadi
kepedulian masyarakat internasional. Kepedulian ini karena adanya kaitan antara
hubungan industrial dan hak asasi manusia. Bahkan masalah ini juga dikaitkan
dengan perdagangan internasional.
Pembinaan
atau pengaturan hubungan industrial yang pada dasarnya pengaturan hak dan
kewajiban tidak lain untuk menciptakan
hubungan yang harmonis antara pelaku proses produksi untuk suatu tujuan
meningkatkan kinerja perusahaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, maka sifat
hubungan kerja yang senantiasa bermuatan kepentingan diarahkan agar terjadi
hubungan kerja yang saling mengisi dan saling mendukung.
Sehingga pada
makalah ini, kami mencoba untuk menjelaskan tentang apa itu sesunggihnya yang
dimaksud dengan hubngan industrial, tentang kedudukan dan fungsi dari hubungan
industrial ini. Agar baik pihak pekerja ataupun buruh dapat memahami posisi
masing-masing. Dan juga agar teman-teman sesame mahasiswa dapat mengetahui
lebih lanjut mengenai hukum ketenagakerjaan.
1.
Apa
yang dimaksud dengan hubungan industrial?
2.
Bagaimana
perkembangan hubungan industrial di dunia dan di Indonesia?
3.
Apa
tujuan dari dilaksanakannya hubungan industrial?
4.
Apa
saja asas dalam penerapan hubungan industrial?
5.
Apa
saja sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungan industrial?
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan hubungan industrial.
2.
Mengetahui
bagaimana perkembangan hubungan industrial di dunia dan di Indonesia.
3.
Mengetahui
apa tujuan dari dilaksanakannya hubungan industrial.
4.
Mengetahui
apa saja asas dalam penerapan hubungan industrial.
5.
Mengetahui
apa saja sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungan industrial.
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan
industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas
proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan
dalam setiap perusahaan (stakeholders) yaitu pengusaha atau pemegang
saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen, para pekerja/buruh dan
serikat pekerja/serikat buruh, supplier atau perusahaan pemasok,
konsumen atau para pengguna produk/jasa, perusahaan pengguna, masyarakat
sekitar, dan Pemerintah.[1]
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jika pada hubungan industrial terdapat keterlibatan pekerja,
pengusaha dan pemerintah. Berbeda dengan hubungan kerja yang hanya melibatkan
pekerja dan pengusaha.
Perkembangan
hubungan industrial di dunia telah di mulai sejak lama. Namun karena pada
masa-masa awa perkembangannyal, permasalahan-permasalahan hubungan industrial
masih dapat diselesaikan dengan kekeluargaan. Lantaran pada saat itu
permasalahan industrial di dunia tidaklah serumit sekarang, sehingga saat itu
pembahasan hubungan industrial tidaklah berkembang diantara para pekerja maupun
pengusaha. Namun seiring dengan berkembangnya perindustrian dunia yaitu
ditandainya dengan revolusi industri, masalah yang timbulpun semakin kompleks
sehingga dapat diselesaikan dengan kekeluargaan lagi. Sehingga, padasaat itu
pembahasan mengenai hubungan industrial pun mulai mnejadi perhatian para
pekerja dan pengusaha.
Dalam
perkembangannya, hubungan industrial di dunia telah memunculkan berbagai teori
mengenai hubungan perindustrian. Dimulai dengan teori kekuasaan, lalu
dilanjutkan dengan teori hak, dan
akhirnya teori yang kita pakai sampai saat ini yaitu teori demokratis.[2]
Setelah
terjadinya revolusi industry pada abad ke-19, berkembanglah paham “free
fight liberalism” yang dikemukakan oleh Adam Smith yang menyatakan bahwa:
Antara pekerja dan pengusaha memiliki hubungan yang bersifat konflik terus
menerus, karena pengusaha akan berupaya mencari keuntungan ang sebesar-besarnya
sementara pekerja akan berupaya untuk mndapatkan upah sebesar-besarnya.
Konflikpun
sering terjadi, untuk mencapai titik temu terjadilah adu kekuatan antara
pekerja dengan pengusaha. Jika para pekerja, mereka mengandalkan aksi mogoknya
(strike) sedangkan untuk para pengusaha mereka mengandalkan aksi tutup
perusahaanya (lock out).[3]
Sementara itu,
Karl Marx berpendapat bahwa pengusaha dan pekerja adalah bertentangan. Karena
pengusaha akan selalu menekan upah yang serendah-rendahnya untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Jalan satu-satunya untuk mengatasi keadaan
ini satu-satunya adalah bersatunya ekerja untuk menghancurkan pengusaha,
sehingga pengusaha musna dari muka bumi dan pekerja menguasai pekerjaan dan
pekerja menjadi makmur. Hubungan industrial ini disebut juga dengan hubungan
industrial berdasarkan klas (class stragle).[4]
Namun ternyata,
pandangan dari Karl Marx ini keliru, beberapa Negara yang menganut paham Karl
Marx justru mengalami keterpurukan ekonomi dan pada akhirnya berusaha
melahirkan kembali perusahaan-perusahaan yang berorienrtasi keuntungan, bahkan
mengundang investor asing untuk menanamkan modal di Negara mereka.
Pada abad ke-20
akibat pengaruh politik yang mengarah kepada demokrasi. Perkembangan paham
hubungan industrialpun berubah menjadi Demokrasi Liberal. Dalam praktek
demokrasi, rakyat ikut terlibat dalam perpolitikan dengan keterwakilan oleh
wakil-wakil yang telah mereka pilih. Di sana wakil-wakil rakyat menyusun dan
menetapkan peraturan-peraturan untuk melindungi pekerja dan membatasi
kewenangan pengusaha. Dalam hal ini, pemerintah mulai ikut memberikan
intervensi dalam hubungan industrial dengan mengeluarkan peraturan-peraturan
mengenai ketenagakerjaan yang mengikat para pihak hubungan industrial.
Sementara itu,
di Indonesia berkembang paham demokrasi Pancasila yang nilai-nilainya diambil
dari perilaku bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila. Berikut akan
dijelaskan perkembangan hubungan industrial di Indonesia.
Dikarenakan
Indonesia memakai paham hubungan industrial pancasila, sehingga definisi dari
hubungan industrialpun menjadi lebih khusus definisninya. Sebagaimana yang
terdapat dalam Unadang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal
16: Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsure
pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[5]
Dari definisi
di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hubungan industrial di Indonesia
menghendaki agar para pihak yang terlibat di dalamnya melakukan suatu tindakan
hubungan industrial apapun harus berlandaskan Panasila.[6]
Sebagai contoh dari bentuk pengimplementasian nilai-nilai dari sila pancasila
ke dalam hubungan industrial di Indonesia akan diuraikan sebagai berikut.
Sila Pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan
industrial adalah bahwa dengan meyakini kerja sebagai bentuk pengabdian manusia
kepada Tuhan dan sesame manusia.
Sila Kedua,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam
hubungan industrial adalah dengan tidak menganggap buruh sekedarsebagai faktor
produksi tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
Sila Ketiga,
Persatuan Indonesia. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan
industrial adalah dengan tidak membedakan golongan, perbedaan keyakinan,
politik, paham, aliran, agama duku, maupun jenis kelamin.
Sila Keempat, Permusyawaratan
yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dengan
wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah dengan berusaha
menghilangkan perbedaan antara pekerja dengan pengusaha. Setiap permasalahan
harus tidak diselesaikan dengan sepihak.
Sila Kelima,
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia. Dengan wujud pengimplementasian ke
dalam hubungan industrial adalah untuk setiap hasil perekonomian yang
dihasilkan harus dapat dinikmati bersama serasi, seimbang, dan juga merata
antara pekerja dengan pengusaha.
Perkembangan
hubungan industrial di Indonesia telah dimulai sejak sebelum kemerdekaan,
sistem hubungan industrial masuk ke Indonesia pada tahun 1908 dengan
terbentuknya serikat pekerja yang anggotanya merupakan orang-orang Indonesia.
Pada tahun 1919 sampai dengan
kemerdekaan Indonesia, paham Karl Marx dan liberalism mulai masuk dan
berkembang di Indonesia yang di bawa oleh orang-orang komunis. Setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia dimulailah praktik
hubungan industrial dengan paham Demokrasi Terpimpin. Kemudian,pada masa
pemerintahan Orde Baru, lantaran sistem perpolitikan Indonesia yang yang
bertekad berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, akhirnya pada tahun 1974,
akhirnya dikembangkan sistem hubungan industrial berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, yang disebut dengan “Hubungan Industrial Pancasila”.
Tujuan hubungan
perburuhan di Indonesia adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Indonesia
di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
yang berdasarkan pancasila, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, melalui
penciptaan ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan kesejahteraan pekerja
dan pengusaha.[7]
Berhubung
Negara kita memakai prinsip Hubungan Indutrial Pancasila, maka asas-asas yang
dipakaipun disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila atau nilai-nilai yang
memang menjadi cirri dari Bangsa Indoensia selama ini.
1.
Asas-asas
pembangunan nasional
a.
Asas
mufakat
b.
Asas
demokrasi
c.
Asas
adil dan merata
d.
Asas
keseimbangan
e.
Asas
kepercayaan pada diri sendiri
f.
Asas
kesadaran hukum
2.
Asas
kerja sama
a.
Pekerja
dan pengusaha adalah rekan dalam produksi sehingga harus bekerja sama
b.
Pekerja
dan pengusaha dalam keuntungan harus dinikmati bersama
c.
Pekerja
dan pengusaha mempunyai tanggungjawab masing-masing
Menurut Pasal 103 Undang-Undang
Ketenagakerjaan, hubungan industrial akan dilaksanakan melalui sarana:[8]
1.
Serikat
pekerja/serikat buruh;
2.
Organisasi
pengusaha;
3.
Lembaga kerja
sama bipartit;
4.
Lembaga kerja
sama tripartit;
5.
Peraturan
perusahaan;
6.
Perjanjian kerja
bersama;
7.
Peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan;
8.
Lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Berikut akan
penjabaran mengenai sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungsan
industrial di Indonesia sebagaimana yang telah disebut dalam pasal 103
Undang-Undang Ketenagakerjaan.
1.
Serikat
Pekerja
Serikat pekerja adalah organisasi yang
dibentuk oleh perkumpulan pekerja, guna memperjuangkan dan melindungi hak-hak
buruh. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1 ayat (17) UU Ketenagakerjaan. Hak
untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. sebagai seorang pekerja
diatur dalam Pasal 104. Ketentuan itu
juga mengatur bahwa serikat pekerja berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggung jawabkan
keuangan organisasi termasuk dana mogok. Besarnya dan tata
cara pemungutan dana mogok
diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja yang
bersangkutan.
2.
Organisasi
Pengusaha
Setiap
pengusaha juga berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha dan
ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan perundag-undangan
yang berlaku sebagiamana diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Ketenagakerjaan.[9]
3.
LembagaKerja
Sama
a.
Lembaga
Kerjasama Bipartit
Setiap perusahaan
yang mempekerjakan 50 orang pekerja atau lebih wajib membentuk lembaga kerja
sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi,
dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan keanggotaan
lembaga kerja sama bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang
ditunjuk oleh pekerja secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja di
perusahaan yang bersangkutan. Agar tercipta kelancaran dan keharmonisan dalam
proses hubungan industrial antara pekerja dengan pengusahadan juga agar pekerja
ikut andil dalam membangun eksistensi perusahaan bersama dengan pengusaha.
b.
Lembaga
Kerja Sama Tripartit
Lembaga
kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada
pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah
ketenagakerjaan guna menciptakan keserasian antar pihak dan teriptalah hubungan
industrial yang harmonis.. Lembaga Kerja kerja sama Tripartit, terdiri dari:
1)
Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota; dan
2)
Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota. Keanggotaan Lembaga
Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan
serikat pekerja.
4.
Peraturan
Perusahaan
Peraturan
perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Standar dan persyaratan
untuk peraturan perusahaan secara khusus dimuat dalam Pasal-Pasal 108-115.[10]
Pasal-pasal tersebut adalah mengatur syarat
kerja (hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha). Peraturan perusahaan
adalah dokumen yang disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang
mempekerjakan 10. pekerja atau lebih untuk memiliki peraturan perusahaan. Dalam
proses penyusunan peraturan perusahaan manajemen atau pengusaha harus
mengadakan konsultasi dengan perwakilan pekerja/buruh atau serikat
kerja/serikat buruh. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal
berikut:
a. Hak
dan kewajiban pengusaha
b. Hak
dan kewajiban pekerja/buruh
c. Syarat
kerja
d. Tata
tertib perusahaan
e. Jangka
waktu berlakunya peraturan perusahaan.
5.
Perjanjian
Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian
Kerja Bersama (PKB) merupakan perjanjian dari hasil perundingan antara serikat pekerja
atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang berwenang
dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban
kedua belah pihak.
Perjanjian
kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang
telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Masa berlakunya
perjanjian kerja bersama paling lama 2 tahun. Perjanjian kerja bersama dapat
diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 tahun berdasarkan kesepakatan
tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja.
Perjanjian
kerja bersama paling sedikit memuat:
a.
Hak dan kewajiban pengusaha
b.
Hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja
c.
Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama
d.
Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
6.
Peraturan
Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
Sampai saat
ini, telah ada beberapa perundang-undangan yang telah diundangkan oleh
pemerintah tenatang ketenagakerjaa. Salah satunya adalah Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketengakerjaan. Diharapkan dengan
adanya peraturan yang sifatnya pasti an mengikat ini, hak dan kewajiban antara
pekerja maupun pengusaha dapat terjamin. Namun, melihat seiring berkembangnya
permasalahan hubungan industrial saat ini, diharapkan pemerintah dapat
memperbarui atau melengkapi lagi perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan
ini.
Peraturan
perundang-undangan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama
bekerja, dan setelah bekerja.
7.
Lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Perselisihan
hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit.
Jika gagal melalui bipartite, maka dilanjutkan dengan mediasi dan konsiliasi.
Bila mediasi dan konsiliasi juga gagal, maka perselisihan hubungan industrial
data dilanjutkan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Perundingan
bipartit menurut pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah perundingan antara pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan hubungani
industrial.
Mediasi dalam
perselisihan hubungan industrial meurut pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 adalah penyelesaian perselisihan hak, kepentingan, pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
yang netral.
Sedangkan
konsiliasi menurut pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah penyelesaian kepentingan, pemutusan
hbungan kerja, serikat pekerja antara satu perusahaan elalui musyawarah yang ditengahi oleh serang
atau lebih konsiliator yang netral.[11]
BAB III
PENUTUP
Hubungan
industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas
proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan
dalam setiap perusahaan (stakeholders) yaitu pengusaha atau pemegang
saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen, para pekerja/buruh dan
serikat pekerja/serikat buruh, supplier atau perusahaan pemasok,
konsumen atau para pengguna produk/jasa, perusahaan pengguna, masyarakat
sekitar, dan Pemerintah. Yang menjadi
pembeda antara hubungan industrial dengan hubungan kerja adalah terdapat
keterlibatannya pmerintah. Jika pada hubungan kerja tiidak ada keterlibatan
pemerintah, maka pada hubungan industrial terdapat keterlibatan peemrintah.
Semoga hubungan industrial di
Indonesia yang menggunakan hubungan industrial dapat benar-enar terwujud di
Negara ini. Agar antara pekerja, pengusaha maupun pemerintah tercipta
keharmonisan yang akan berdamapk bagus bagi pertumbuhan ekonomi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Zainal, dkk, 2012, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,
Jakarta: RajaGrafindo.
Azhar, Muhamad, 2015, Hukum Ketenagakerjaan, Semarang.
Simanjuntak,2003, Manajemen hubungan industrial.Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan,
ILO, 2002, Meningkatkan
Hubungan Industrial Di Tingkat
Perusahaan, Jakarta: Kantor Perhubungan Industrial.
Suwarto, 2003, Buku Panduan Undang-Undang Ketenagakerjaan
Indonesia, Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Industrial.
Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[1] Simanjuntak, Manajemen
hubungan industrial.( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hlm.
[2] ILO, Meningkatkan
Hubungan Industrial Di Tingkat
Perusahaan, Jakarta: Kantor Perhubungan Industrial,2002), hlm. 8
[3] Zainal Asikin,
dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012),
Cet.Ke-9, hlm. 212
[4] Ibid., hlm.
237
[5] Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[6] Zainal Asikin,
dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012),
Cet.Ke-9, hlm. 239
[7]
Zainal Asikin,
dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012),
Cet.Ke-9, hlm. 242
[8] Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[9] Suwarto, Buku
Panduan Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: kantor
Perburuhan Internasional, 2003), hlm. 29
[10]
Muhamad Azhar, Hukum
Ketenagakerjaan, (Semarang: 2015),hlm. 50
[11] Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Industrial.
Komentar
Posting Komentar