HUBUNGAN INDUSTRIAL


MAKALAH
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Hukum Ketenagakerjaan”
Dosen Pengampu: Dr. Ratna Mulhimah, MH




Suci Ramadhani Putri                (170201027)



JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2018/2019

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa  kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya adalah panutan bagi semua umatnya.
 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan" pad a jurusan Muamalah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Makalah ini berjudul  Hubungan Industrial”
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf bila ada salah-salah kata. Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari kami sendiri. Sedangkan segala kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga Allah SWT meridhai kita. Tiada gading yang tak retak. Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Mataram, 13 Maret 2019                                                                                                                Penulis

DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN


Hubungan industrial merupakan sisi yang paling rawan di dalam bidang ketenagakerjaan. Kerawanan tersebut sebagai akibat dari sifat hubungan kerja dimana pada dasarnya ada perbedaan kepentingan antara pelaku proses produksi, ialah pekerja dan pengusaha. Kerawanan ini semakin lebih potensial manakala hubungan industrial berkembang menjadi bermuatan politik. Kaum pekerja yang lemah tidak jarang digunakan untuk alat politik tertentu. Apalagi pada akhir-akhir ini praktek hubungan industrial diakui sebagai salah satu sisi pelaksanaan hak asasi manusia dan demokratisasi.
Pelaksanaan hubungan industrial yang kurang baik pada hakekatnya hanya menunda masalah. Tidak mustahil bahwa penundaan masalah tersebut merupakan “bom waktu” yang pada saatnya akan meledak yang bahkan menimbulkan kerugian yang besar. Pada akhir-akhir ini praktek hubungan industrial di suatu negara juga menjadi kepedulian masyarakat internasional. Kepedulian ini karena adanya kaitan antara hubungan industrial dan hak asasi manusia. Bahkan masalah ini juga dikaitkan dengan perdagangan internasional.
Pembinaan atau pengaturan hubungan industrial yang pada dasarnya pengaturan hak dan kewajiban tidak lain untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara pelaku proses produksi untuk suatu tujuan meningkatkan kinerja perusahaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, maka sifat hubungan kerja yang senantiasa bermuatan kepentingan diarahkan agar terjadi hubungan kerja yang saling mengisi dan saling mendukung.
Sehingga pada makalah ini, kami mencoba untuk menjelaskan tentang apa itu sesunggihnya yang dimaksud dengan hubngan industrial, tentang kedudukan dan fungsi dari hubungan industrial ini. Agar baik pihak pekerja ataupun buruh dapat memahami posisi masing-masing. Dan juga agar teman-teman sesame mahasiswa dapat mengetahui lebih lanjut mengenai hukum ketenagakerjaan.
1.      Apa yang dimaksud dengan hubungan industrial?
2.      Bagaimana perkembangan hubungan industrial di dunia dan di Indonesia?
3.      Apa tujuan dari dilaksanakannya hubungan industrial?
4.      Apa saja asas dalam penerapan hubungan industrial?
5.      Apa saja sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungan industrial?
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan hubungan industrial.
2.      Mengetahui bagaimana perkembangan hubungan industrial di dunia dan di Indonesia.
3.      Mengetahui apa tujuan dari dilaksanakannya hubungan industrial.
4.      Mengetahui apa saja asas dalam penerapan hubungan industrial.
5.      Mengetahui apa saja sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungan industrial.








BAB II

PEMBAHASAN


Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (stakeholders) yaitu pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen, para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh, supplier atau perusahaan pemasok, konsumen atau para pengguna produk/jasa, perusahaan pengguna, masyarakat sekitar, dan Pemerintah.[1]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika pada hubungan industrial terdapat keterlibatan pekerja, pengusaha dan pemerintah. Berbeda dengan hubungan kerja yang hanya melibatkan pekerja dan pengusaha.
Perkembangan hubungan industrial di dunia telah di mulai sejak lama. Namun karena pada masa-masa awa perkembangannyal, permasalahan-permasalahan hubungan industrial masih dapat diselesaikan dengan kekeluargaan. Lantaran pada saat itu permasalahan industrial di dunia tidaklah serumit sekarang, sehingga saat itu pembahasan hubungan industrial tidaklah berkembang diantara para pekerja maupun pengusaha. Namun seiring dengan berkembangnya perindustrian dunia yaitu ditandainya dengan revolusi industri, masalah yang timbulpun semakin kompleks sehingga dapat diselesaikan dengan kekeluargaan lagi. Sehingga, padasaat itu pembahasan mengenai hubungan industrial pun mulai mnejadi perhatian para pekerja dan pengusaha.
Dalam perkembangannya, hubungan industrial di dunia telah memunculkan berbagai teori mengenai hubungan perindustrian. Dimulai dengan teori kekuasaan, lalu dilanjutkan dengan  teori hak, dan akhirnya teori yang kita pakai sampai saat ini yaitu teori demokratis.[2]
Setelah terjadinya revolusi industry pada abad ke-19, berkembanglah paham “free fight liberalism” yang dikemukakan oleh Adam Smith yang menyatakan bahwa: Antara pekerja dan pengusaha memiliki hubungan yang bersifat konflik terus menerus, karena pengusaha akan berupaya mencari keuntungan ang sebesar-besarnya sementara pekerja akan berupaya untuk mndapatkan upah sebesar-besarnya.
Konflikpun sering terjadi, untuk mencapai titik temu terjadilah adu kekuatan antara pekerja dengan pengusaha. Jika para pekerja, mereka mengandalkan aksi mogoknya (strike) sedangkan untuk para pengusaha mereka mengandalkan aksi tutup perusahaanya (lock out).[3]
Sementara itu, Karl Marx berpendapat bahwa pengusaha dan pekerja adalah bertentangan. Karena pengusaha akan selalu menekan upah yang serendah-rendahnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Jalan satu-satunya untuk mengatasi keadaan ini satu-satunya adalah bersatunya ekerja untuk menghancurkan pengusaha, sehingga pengusaha musna dari muka bumi dan pekerja menguasai pekerjaan dan pekerja menjadi makmur. Hubungan industrial ini disebut juga dengan hubungan industrial berdasarkan klas (class stragle).[4]
Namun ternyata, pandangan dari Karl Marx ini keliru, beberapa Negara yang menganut paham Karl Marx justru mengalami keterpurukan ekonomi dan pada akhirnya berusaha melahirkan kembali perusahaan-perusahaan yang berorienrtasi keuntungan, bahkan mengundang investor asing untuk menanamkan modal di Negara mereka.
Pada abad ke-20 akibat pengaruh politik yang mengarah kepada demokrasi. Perkembangan paham hubungan industrialpun berubah menjadi Demokrasi Liberal. Dalam praktek demokrasi, rakyat ikut terlibat dalam perpolitikan dengan keterwakilan oleh wakil-wakil yang telah mereka pilih. Di sana wakil-wakil rakyat menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan untuk melindungi pekerja dan membatasi kewenangan pengusaha. Dalam hal ini, pemerintah mulai ikut memberikan intervensi dalam hubungan industrial dengan mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan yang mengikat para pihak hubungan industrial.
Sementara itu, di Indonesia berkembang paham demokrasi Pancasila yang nilai-nilainya diambil dari perilaku bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila. Berikut akan dijelaskan perkembangan hubungan industrial di Indonesia.
Dikarenakan Indonesia memakai paham hubungan industrial pancasila, sehingga definisi dari hubungan industrialpun menjadi lebih khusus definisninya. Sebagaimana yang terdapat dalam Unadang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 16: Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsure pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[5]
Dari definisi di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa hubungan industrial di Indonesia menghendaki agar para pihak yang terlibat di dalamnya melakukan suatu tindakan hubungan industrial apapun harus berlandaskan Panasila.[6] Sebagai contoh dari bentuk pengimplementasian nilai-nilai dari sila pancasila ke dalam hubungan industrial di Indonesia akan diuraikan sebagai berikut.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah bahwa dengan meyakini kerja sebagai bentuk pengabdian manusia kepada Tuhan dan sesame manusia.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah dengan tidak menganggap buruh sekedarsebagai faktor produksi tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah dengan tidak membedakan golongan, perbedaan keyakinan, politik, paham, aliran, agama duku, maupun jenis kelamin.
Sila Keempat, Permusyawaratan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah dengan berusaha menghilangkan perbedaan antara pekerja dengan pengusaha. Setiap permasalahan harus tidak diselesaikan dengan sepihak.
Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia. Dengan wujud pengimplementasian ke dalam hubungan industrial adalah untuk setiap hasil perekonomian yang dihasilkan harus dapat dinikmati bersama serasi, seimbang, dan juga merata antara pekerja dengan pengusaha.
Perkembangan hubungan industrial di Indonesia telah dimulai sejak sebelum kemerdekaan, sistem hubungan industrial masuk ke Indonesia pada tahun 1908 dengan terbentuknya serikat pekerja yang anggotanya merupakan orang-orang Indonesia. Pada tahun 1919  sampai dengan kemerdekaan Indonesia, paham Karl Marx dan liberalism mulai masuk dan berkembang di Indonesia yang di bawa oleh orang-orang komunis. Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia dimulailah praktik hubungan industrial dengan paham Demokrasi Terpimpin. Kemudian,pada masa pemerintahan Orde Baru, lantaran sistem perpolitikan Indonesia yang yang bertekad berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, akhirnya pada tahun 1974, akhirnya dikembangkan sistem hubungan industrial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang disebut dengan “Hubungan Industrial Pancasila”.
Tujuan hubungan perburuhan di Indonesia adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Indonesia di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang berdasarkan pancasila, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, melalui penciptaan ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan kesejahteraan pekerja dan pengusaha.[7]
Berhubung Negara kita memakai prinsip Hubungan Indutrial Pancasila, maka asas-asas yang dipakaipun disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila atau nilai-nilai yang memang menjadi cirri dari Bangsa Indoensia selama ini.
1.      Asas-asas pembangunan nasional
a.       Asas mufakat
b.      Asas demokrasi
c.       Asas adil dan merata
d.      Asas keseimbangan
e.       Asas kepercayaan pada diri sendiri
f.       Asas kesadaran hukum
2.      Asas kerja sama
a.       Pekerja dan pengusaha adalah rekan dalam produksi sehingga harus bekerja sama
b.      Pekerja dan pengusaha dalam keuntungan harus dinikmati bersama
c.       Pekerja dan pengusaha mempunyai tanggungjawab masing-masing
Menurut Pasal 103 Undang-Undang Ketenagakerjaan, hubungan industrial akan dilaksanakan melalui sarana:[8]
1.      Serikat pekerja/serikat buruh;
2.      Organisasi pengusaha;
3.      Lembaga kerja sama bipartit;
4.      Lembaga kerja sama tripartit;
5.      Peraturan perusahaan;
6.      Perjanjian kerja bersama;
7.      Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
8.      Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Berikut akan penjabaran mengenai sarana dan kelembagaan yang berhubungan dengan hubungsan industrial di Indonesia sebagaimana yang telah disebut dalam pasal 103 Undang-Undang Ketenagakerjaan.


1.      Serikat Pekerja
Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan pekerja, guna memperjuangkan dan melindungi hak-hak buruh. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1 ayat (17) UU Ketenagakerjaan. Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. sebagai seorang pekerja diatur dalam Pasal 104. Ketentuan itu juga mengatur bahwa serikat pekerja berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggung jawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja yang bersangkutan.
2.      Organisasi Pengusaha
Setiap pengusaha juga berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha dan ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan perundag-undangan yang berlaku sebagiamana diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang Ketenagakerjaan.[9]
3.      LembagaKerja Sama
a.       Lembaga Kerjasama Bipartit
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang ditunjuk oleh pekerja secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Agar tercipta kelancaran dan keharmonisan dalam proses hubungan industrial antara pekerja dengan pengusahadan juga agar pekerja ikut andil dalam membangun eksistensi perusahaan bersama dengan pengusaha.
b.      Lembaga Kerja Sama Tripartit
Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan guna menciptakan keserasian antar pihak dan teriptalah hubungan industrial yang harmonis.. Lembaga Kerja  kerja sama Tripartit, terdiri dari:
1)      Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; dan
2)      Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.  Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja.
4.      Peraturan Perusahaan
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Standar dan persyaratan untuk peraturan perusahaan secara khusus dimuat dalam Pasal-Pasal 108-115.[10]
Pasal-pasal tersebut adalah mengatur syarat kerja (hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha). Peraturan perusahaan adalah dokumen yang disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang mempekerjakan 10. pekerja atau lebih untuk memiliki peraturan perusahaan. Dalam proses penyusunan peraturan perusahaan manajemen atau pengusaha harus mengadakan konsultasi dengan perwakilan pekerja/buruh atau serikat kerja/serikat buruh. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal berikut:
a.       Hak dan kewajiban pengusaha
b.      Hak dan kewajiban pekerja/buruh
c.       Syarat kerja
d.      Tata tertib perusahaan
e.       Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
5.      Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan perjanjian dari hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang berwenang dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 tahun. Perjanjian kerja bersama dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja.
Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat:
a.       Hak dan kewajiban pengusaha
b.      Hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja
c.       Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama
d.      Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
6.      Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
Sampai saat ini, telah ada beberapa perundang-undangan yang telah diundangkan oleh pemerintah tenatang ketenagakerjaa. Salah satunya adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketengakerjaan. Diharapkan dengan adanya peraturan yang sifatnya pasti an mengikat ini, hak dan kewajiban antara pekerja maupun pengusaha dapat terjamin. Namun, melihat seiring berkembangnya permasalahan hubungan industrial saat ini, diharapkan pemerintah dapat memperbarui atau melengkapi lagi perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan ini.
Peraturan perundang-undangan pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja.
7.      Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit. Jika gagal melalui bipartite, maka dilanjutkan dengan mediasi dan konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi juga gagal, maka perselisihan hubungan industrial data dilanjutkan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Perundingan bipartit menurut pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004  adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan hubungani industrial.
Mediasi dalam perselisihan hubungan industrial meurut pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah penyelesaian perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
Sedangkan konsiliasi menurut pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004  adalah penyelesaian kepentingan, pemutusan hbungan kerja, serikat pekerja antara satu perusahaan  elalui musyawarah yang ditengahi oleh serang atau lebih konsiliator yang netral.[11]

BAB III

PENUTUP


Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (stakeholders) yaitu pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen, para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh, supplier atau perusahaan pemasok, konsumen atau para pengguna produk/jasa, perusahaan pengguna, masyarakat sekitar, dan Pemerintah.  Yang menjadi pembeda antara hubungan industrial dengan hubungan kerja adalah terdapat keterlibatannya pmerintah. Jika pada hubungan kerja tiidak ada keterlibatan pemerintah, maka pada hubungan industrial terdapat keterlibatan peemrintah.
Semoga hubungan industrial di Indonesia yang menggunakan hubungan industrial dapat benar-enar terwujud di Negara ini. Agar antara pekerja, pengusaha maupun pemerintah tercipta keharmonisan yang akan berdamapk bagus bagi pertumbuhan ekonomi kita.






DAFTAR PUSTAKA


Asikin, Zainal, dkk, 2012, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: RajaGrafindo.
Azhar, Muhamad, 2015, Hukum Ketenagakerjaan, Semarang.
Simanjuntak,2003, Manajemen hubungan industrial.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
 ILO, 2002, Meningkatkan Hubungan Industrial Di  Tingkat Perusahaan, Jakarta: Kantor Perhubungan Industrial.
Suwarto, 2003, Buku Panduan Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Industrial.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.



[1] Simanjuntak, Manajemen hubungan industrial.( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hlm.
[2] ILO, Meningkatkan Hubungan Industrial Di  Tingkat Perusahaan, Jakarta: Kantor Perhubungan Industrial,2002), hlm. 8
[3] Zainal Asikin, dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012), Cet.Ke-9, hlm. 212
[4] Ibid., hlm. 237
[5] Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[6] Zainal Asikin, dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012), Cet.Ke-9, hlm. 239
[7] Zainal Asikin, dkk, Dasar –Dasar Hukum Perburuhan,(Jakarta: RajaGrafindo, 2012), Cet.Ke-9, hlm. 242
[8] Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[9] Suwarto, Buku Panduan Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: kantor Perburuhan Internasional, 2003), hlm. 29
[10] Muhamad Azhar, Hukum Ketenagakerjaan, (Semarang: 2015),hlm. 50
[11] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Industrial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Kewirausahaan Islam

Makalah Filsafat Empirisme

KAIDAH FIKIH KULLIYAT YANG KE 26-30