KRITIK DAN SARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA


Nama               :Suci Ramadhani Putri
NIM                :170201027
Smt/kls            : IVa   

KRITIK DAN SARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

   1.      Pasal 44 ayat (1) “Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa”. Maksud dari pasal 44 ayat 1 ini adalah adalah UUPA menggunakan asas horizontal. Asas horizontal adalah asas pertanahan yang menyatakan bahwa kepemilikian hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya.
Kritik:
Kritik terhadap pasal ini adalah bahwa pasal ini tidak relevan dengan praktiknya. Ketika di teori mengatakan bahwa Indonesia memakai asas horizontal namun dalam praktiknya Indonesia juga memakai asas accesie. Dalam hal sertifikat, ketika penerbitan sertifikat atas tanah, maka disana bukan hanya terjadi kepemilikan hak atas tanah saja. Namun juga dapat disertai dengan bangunan atau apapun yang melekat atau tertanam di atasnya.
Jelas kemudin, bahwa pasal 44 ayat (1) telah terjadi ketimpangan antara peraturan yang sama-sama pemerintah tetapkan.
   2.      Pasal 29 ayat (1) “Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun”.
Kritik:
Kritik terhadap pasal ini adalah bahwa pasal ini terlalu sempit dalam menghadapi persoalan-persoalan krusial yang Indonesia sedamg hadapi saat ini. Dimana, jangka wakatu 25 tahun itu terlalu sedikit bagi investor-investor yang ingin menginvestasikan uangnya di Indonesia. Seperti yang sama-sama kita ketahui bahwa Indonesia saat ini belum mampu untuk berdiri sendiri, Indonesia saat ini msaih membutuhkan suntikan dana-dana dari luar untuk melakukan pembangunan. Namun dengan pasal 29 ayat (1) yang hanya membatasi maksimal 25 tahun, hal ini tidak akan menarik perhatian dari para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jika kita bandingkan dengan Malaysia, yang kini justru negaranya lebih maju lantaran mampu menarik investor karena perbedaan aturan mengenai jangka waktu HGU dengan Indonesia. Mengapa kita tidak menerapkan hal yang sama demi kemajuan Indonesia.
   3.      Pasal 28 ayat (1) “Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman”.
Kritik:
Kritik terhadap pasal 28 adalah bahwa hanya dicantumkan batas minimal dari tanah yang boleh dikuasai sebagai HGU. Namun tidak tercantumkan mengenai batas maksimal dari HGU itu sendiri sehingga pasal ini terasa seperti tidak mempunyai timbale balik. Sehinggaberkesan hanya menguntungkan bagi pelaku usaha. Namun tidka bagi rakyat Indonesia sendiri. Lantaran yang tengah menguasai maka akan semakin berkuasa. Sedangkan yang lain tidak diberikan kesempatan.
   4.      Pasal 17 ayat (2)  yang dijelaskan di dalam Perpu No. 56 tahun 1960 “Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat”.
Kritik:
Pada saat terbentuknya UUPA, penduduk Indonesia saat itu masih berjumlah sekitar 93,3 juta orang, dan pembangunan Indonesia saat itu masih sebagai Negara agraris. Bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sudah mencapai 237,6juta. Luas maksimum yang diijinkan adalah menurut kepadatan penduduk tiap kilometer persegi. Jika 1-50 penduduk tiap km2 maka diijinkan 15 ha sawah atau 20 ha tanah kering. Antara 51-250 penduduk per km2 10 ha sawah atau 12 ha tanah kering; 251-400 penduduk per km2 7.5 ha sawah atau 9 ha tanah kering. Di atas 400 penduduk per km2 5 ha tanah kering atau 6 ha tanah padat. Di masa sekarang hal itu sudah tidak relevan lagi, karena tidak ada lagi tanah yang dapat dibagi di bawah tekanan penduduk yang jumlahnya sudah lebih dari 200 juta jiwa.
   5.      Nama dari UU Agraria itu sendiri (Undang-Undang Pokok Agraria)
Kritik:
Agrarian adalah  hal-hal yang terkait dengan pembagian, peruntukan, dan pemilikan lahan. Agraria sering pula disamakan dengan pertanahan. Dalam banyak hal, agraria berhubungan erat dengan pertanian (dalam pengertian luas, agrikultur). Istilah agraria sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada saat ini. karena Negara indoensia dulu memang adalah Negara yang agraris, namun kini masalah pertanahan yang terjadi di Indonesia sudah begitu kompleks. Misalnya seperti pemukiman, pertambangan, industri, perdagangan, dan sebagainya.
  6.      Saran: saran untuk UUPA adalah digantikannya nama UUPA dengan nama yang lebih mencerminkan kebutuhan permasalahan pertanahan di Indonesia saat ini. mislanya saja bisa diganti dengan Undang-Undang Pokok Pertanahan. Sehingga jelas membahas pertanahan. Bukan agrarian yang kesannya hanya membahas pertanian, padahal kini Indonesia tidak bisa kita sebut sebagai Negara yang agraris lagi ketika kita pangan saja masih impor.
  7.      Saran:  direvisinya Pasal 28 ayat (1), sehingga harus diberikan batasan maksimal bagi pelaku usahayang ingin memiliki HGU di Indonesia. Sehingga kekayaan tidak terfokus menjadi milik satu orang, namun bisa menjadi milik kita bersama.
  8.      Saran: direvisinya Pasal 29 ayat (1), sehingga batas minimal waktu tidak lagi haya sebatas 25 tahun, namun bisa diperpanjang guna menarik perhatian investor untuk berinvestasi di Indonesia.
  9.      Saran: direvisinya Pasal 44 ayat (1), sehngga tidak terjadi ketimpangan dapat disebutkan dengan jelas bahwa sesungguhnya Indonesia ini menganut dua asas. Yaitu asas horizontal dan juga asas accesie.
  10.  Saran: direvisinya UUPA secara keseluruhan. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa usia dari UUPA sudah lebih dari 50 tahun. Peraturan-peraturan yang termuat did alamnya sudah tidak bisa mengikuti perkembangan kondisi pertanahan Indonesia saat ini. sehingga perlu untuk ditinjau kembali dengan melihat fenomena-fenomena saat ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Kewirausahaan Islam

Makalah Filsafat Empirisme

KAIDAH FIKIH KULLIYAT YANG KE 26-30