PERBANDINGAN POLA BINDALMIN DAN PTSP


“PERBANDINGAN POLA BINDALMIN DAN PTSP”
Dosen Pengampu: Apippudin, SHI, LLM


 







Suci Ramadhani Putr                                                                          Khofifatul Mastari
Muhammad Ahlun Nazori                                                                  Muhammad Wildani
Laily Anjarwati                                                                                   Siti Juria Arianti
Sufraini                                                                                               Lisandra
Dara Karindayani                                                                               



PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2020

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa  kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya adalah panutan bagi semua umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Administrasi Peradilan" pada Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Makalah ini berjudul “Perbandingan Pola Bindalmin dan PTSP”.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf bila ada salah-salah kata. Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari kami sendiri. Sedangkan segala kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga Allah SWT meridhai kita. Tiada gading yang tak retak. Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
                                                                                                 Mataram, 20 Mei 2020
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Kelompok 01


DAFTAR ISI











BAB I

PENDAHULUAN


Setiap perkara yang diajukan ke pengadilan diproses dengan mengikuti tahapan-tahapan yang seharusnya, pada setiap tahapan tersebut diperlukan adanya pembinaan dan pengendalian administrasi secara tertib dan teratur. Administrasi yang tertib dan teratur dicerminkan oleh pola pengadministrasian yang benar dan berurut sesuai dengan tahapan-tahapan yang seharusnya.
Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian administrasi perkara secara tertib dan teratur sangat penting dilakukan agar setiap pengadilan di Indonesia mempunyai kesamaan pola tindak dan pola fikir (legal frame work and unified legal opinion) dalam penangan administrasi perkara.
Tertib administrasi perkara merupakan bagian dari Court of Law yang mutlak harus dilaksanakan oleh semua aparat peradilan dalam rangka mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Administrasi perkara merupakan proses2 penyelengggaraan administrasi oleh seorang administratur (aparatur peradilan), melingkupi perencanaan, pelaksanaan, dan dan pengawasan guna mencapai tujuan pokok yang telah ditetapkan semula, yakni pembinaan dan pengawasan administrasi perkara secara tertib dan teratur.
Sesuai dengan visi Mahkamah Agung RI, terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang agung, maka kebijakan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI mengarah kepada usaha untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap badan peradilan di Indonesia. Di antara upaya tersebut adalah mewujudkan pelayanan di pengadilan secara modern berbasis teknologi informasi, agar pengadilan dapat memberikan pelayanan yang cepat kepada para pencari keadilan ataupun pihak lain yang membutuhkan informasi dari pengadilan,
Oleh karena itu, pada makalah kami kali ini kami mencoba untuk membandingkan antara pola bindalmin dengan pola PTSP agar kita dapat sama-sama memahami perbedaan antara kedua pola administrasi peradilan tersebut.
1.      Bagaimana pola administrasi pada bindalmin?
2.      Bagaimana pola administrasi PTSP?
1.      Mengetahui bagaimana pola administrasi pada bindalmin.
2.      Mengetahui bagaimana pola administrasi PTSP.




















PEMBAHASAN

Perbedaan pada administrasi peradilan antara pola Bindalmin dan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) terletak pada proses administrasi pendaftaran dan register perkara. Jika pada pola Bindalmin, terdapat aturan pembagian meja dan fungsinya masing-masing. Total ada 3 meja dengan 1 meja kasir. Berbeda dengan PTSP yang fungsi tiga meja pada pola bindalmin dijadikan satu meja dan satu petugas. Tujuan diberlakukannya PTSP adalah bertujuan untuk;
1.      Mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, transparan, terukur sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
2.      Memberikan pelayanan yang prima, akuntabel, dan anti korupsi, kolusi, nepotisme.
Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian administrasi perkara secara tertib dan teratur sangat penting dilakukan agar setiap pengadilan di Indonesia mempunyai kesamaan pola tindak dan pola fikir (legal frame work and unified legal opinion) dalam penangan administrasi perkara. Ketua Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/001/SK/I/1991, telah menetapkan pola pembinaan dan pengendalian administrasi kepaniteraan, Pola tersebut meliputi lima bidang, yaitu:
1.      Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara pada tingkat pertama, banding, kasasi, dan Peninjaauan Kembali (PK);
2.      Pola tentang register perkara;
3.      Pola tentang keuangan perkara;
4.      Pola tentang laporan perkara;
5.      Pola tentang kearsipan perkara.
Sebagai pelaksana administrasi perkara, panitera menerima perkara yang diajukan ke pengadilan untuk diproses lebih lanjut. Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama melalui beberapa meja, yaitu meja I, meja II, dan meja III. Pengertian meja adalah merupakan kelompok pelaksana teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Pengadilan Agama, mulai dari penerimaan sampai perkara tersebut di selesaikan.[1]
1.       Meja pertama
a.       Menerima gugatan, permohonan, perlawanan (Verzet), pernyataan banding, kasasi, permohonan peninjauan kembali, eksekusi, penjelasan dan penaksiran biaya perkara dan biaya eksekusi.
b.      Membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM) dalam rangkap tiga dan menyerahkan SKUM tersebut kepada calon penggugat atau pemohon.
c.       Menyerahkan kembali surat gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon.
d.      Menaksir biaya perkara sebagai ditetapkan dalam pasal 121 HIR/ 145 RBg yang kemudian dinyatakan dalam SKUM. Dalam perkara cerai talak, dalam menaksir biaya-biaya perkara diperhitungkan juga untuk keperluan pemanggilan sidang Ikrar Talak.
e.       Penerimaan perkara perlawanan (Verzet) hendaknya dibedakan antara perlawanan (Verzet) terhadap putusan Verstek dengan perlawanan pihak ketiga (Darden V erzet).
f.       Penerimaan Verzet terhadap putusan Verstek tidak diberi nomar baru. sedang perlawanan pihak ketiga (Darden Verzet) dicatat sebagai perkara baru dan mendapat nomor baru sebagai perkara gugatan.
g.      Dengan demikian penerimaan perkara secara keseluruhan meliputi : 1) Perkara Permohonan  2) Perkara Gugatan   3) Perkara Banding 4) Perkara Kasasi 5) Perkara PK 6) Perkara Eksekusi
h.      Selain tugas-tugas penerimaan perkaraseperti tersebut di atas, maka meja pertama berkewajiban memberi penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan.
i.        Dalam memberi penjelasan hendaknya dihindarkan dialog yang tidak periu dan untuk itu supaya diperhatikan surat Ketua Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Agama tanggai 11 lanuari 1994,
2.      Kas
a.       Pemegang Kas merupakan bagian dari Meja Pertama.
b.      Pemegang Kas menerima pembayaran uang panjar perkara sebagaimana tersebut dalam SKUM.
c.       Melakukan penerimaan uang panjar perkara/ biaya eksekusi dan membukukan dalam buku jumal yang terdiri atas : 1) KI. PA l/p- untuk perkara permohonan. 2) KI. PA l/g  - untuk perkara gugatan. 3) KI. PA 2  - untuk perkara banding. 4) KI. P A 3  - untuk perkara kasasi. 5) KI. PA 4  - untuk perkara peninjauan     kembali. 6) KI. P A 5  - untuk permohonan eksekusi.
d.      Seluruh kegiatan pengeluaran perkara harus melalui pemegang Kas dan dicatat secara tertib dalam Buku Induk yang bersangkutan.
e.       Dengan demikian pada pemegang Kas harus tersedia uang kontan dan materai putusan.
f.       Pada saat penerimaan panjar perkara, pemegang Kas pada saat tersebut harus mengeluarkan biaya pencatatan sebesar Rp. 26.000,- yang merupakan biaya kepaniteraan yang nantinya akan disetorkan pada Kas Negara oleh Bendahara penerima dari bagian Sekretariat, dan hendaknya penyetoran tersebut dilakukan setidaknya seminggu sekali.
g.      Semua pengeluaran uang perkara harus melalui pemegang Kas, dan pemegang Kas wajib mencatat dengan tertib segala kegiatan pengeluaran uang tersebut dalam Buku Jurnal yang bersangkutan.
h.      Untuk pengeluaran biaya materai dan redaksi dicatat dalam Buku Jurnal sesuai dengan tanggal diputusnya perkara tersebut.
i.        Khusus bagi pengadilan Tinggi Agama, Buku Jurnal terdiri atas sebuah buku jurnal, yaitu KII. PAl dan membukukan uang panjar perkara banding yang diterima dari Pengadilan Agama hanya dilakukan apabila berkas perkara banding yang bersangkutan sudah diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama.
j.        Pemegang Kas menandatangani SKUM, membubuhi nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam SKUM dan dalam surat gugat/permohonan sebagaimana tersebut dalam buku jurnal yang berkaitan dengan perkara yang diajukan.
k.      Mengembalikan asli serta tindasan pertama SKUM beserta surat gugat/permohonan kepada calon Penggugat /Pemohon.
l.        Terhadap perkara Prodeo tetap dibuatkan SKUM sebesar Rp. 00,- dan SKUM tersebut didaftarkan  pada pemegang Kas sebagai diutarakan di atas.
3.      Meja II
a.       Menerima surat gugat/perlawanan dari calon pengggat/pelawan dalam rangkap sebanyak jumlah tergugat/terlawan ditambah 2 (dua) rangkap.
b.      Menerima surat permohonan dari calon pemohon sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) rangkap.
c.       Menerima tindasan pertama SKUM dari calon penggugat/pelawan/ pemohon.
d.      Mendaftar/mencatat surat gugatan/permohonan dalam register yang bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan/ permohonan tersebut.
e.       Nomor register diambil dan nomor pendaftaran yang diberikan oleh kasir.
f.       Menyerahkan kembali satu rangkap surat gugatan/permohonan yang telah diberi nomor register kepada penggugat atau pemohon
g.      Asli surat gugat/permohonan dimasukkan dalam sebuah map khusus dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat-surat yang berhubungan dengan gugatan/permohonan, disampaikan kepada wakil panitera, untuk selanjutnya berkas gugatan/permohonan tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera.
h.      Mendaftar/mencatat putusan Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Agung dalam semua buku register yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a.       Sub Kepaniteraan permohonan/gugatan mempelajari kelengkapan persyaratan dan mencatat semua data-data perkara, yang baru diterimanya dalam buku penerimaan tentang perkara, kemudian menyampaikannya kepada panitera dengan melampirkan semua formulirformulir yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara.
b.      Panitera sebelum meneruskan berkas-berkas yang bam diterimanya itu kepada Ketua Pengadilan Agama, terlebih dahulu menyuruh petugas yang bersangkutan untuk mencatatnya dalam buku register perkara yang nomornya diambil dari SKUM
c.       Selambat -lambatnya pada hari kedua setelah surat-surat gugat diterima di bagian kepaniteraan, panitera harus sudah menyerahkan kepada Ketua Pengadilan Agama yang selanjutnya Ketua Pengadilan Agama mencatat dalam buku ekspedisi yang ada padanya dan mempelajarinya, kemudian menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada panitera dengan disertai penetapan penunjukan Majelis Hakim (PMH) yang harus dilakukannya dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh hari) sejak gugatan/permohonan didaftarkan.
d.      Panitera menyerahkan berkas perkara yang diterimanya dari Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Agama kepada Majelis/Hakim yang bersangkutan.
e.       Panitera menunjuk seorang atau lebih panitera pengganti untuk diperbantukan kepada Majelis/ Hakim, yang bersangkutan.
f.       Setelah majelis/Hakim menerima berkas perkara dari Ketua/Wakil Ketua, maka Ketua Majelis/ Hakim harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS).
Ketentuan tentang pemanggilan:
a.       Pemanggilan dalam wilayah yurisdiksi dilaksanakan secara resmi dan patut. Resmi yaitu bertemu langsung secara pribadi dengan para pihak, apabila tidak bertemu dengan para pihak maka panggilan disampaikan melalui Kepala Desa/kelurahan setempat. Sedangkan patut adalah panggilan harus sudah diterima minimal 3 (tiga) hari sebelum dilaksanakan.
b.      Pemanggilan terhadap para pihak yang berada di luar yurisdiksi dilaksanakan dengan meminta bantuan Pengadilan Agama dimana para pihak berada untuk memanggil yang bersangkutan, dan selanjutnya Pengadilan Agama tersebut mengirim relaas kepada Pengadilan Agama yang meminta bantuan.
c.       Pemanggilan para pihak yang berada di luar negeri, dilaksanakan melalui Departemen Luar Negeri cq. Dirjen Protokol, tembusannya disampaikan kepada Kedutaan Besar dimana para pihak berada.
d.      Pemanggilan terhadap para pihak yang tidak diketahui tempat tinggalnya terakhir di Indonesia, dalam perkara perkawinan, dilaksanakan pemanggilannya melalui mess media sebanyak dua kaIi, dengan tenggang waktu pemanggilan pertama dan kedua berjarak satu bulan, kemudian pemanggilan kedua berjarak paling sedikit tiga bulan dengan hari persidangan pertama. Adapun pemanggilan terhadap pihak yang tidak diketahui tempat tinggalnya terakhir di Indonesia selain perkara perkawinan, dilaksanakan dengan penempelan atau dumumkan di papan pengumuman Pemda tingkat II setempat.
Ketentuan tentang Berita Acara:
a.       Pada hakekatnya Berita Acara adalah merupakan akta autentik yang berfungsi sebagai sumber informasi dalam membuat Putusan/Penetapan, oleh karena itu dalam pembuatannya harus secara baik dan benar.
b.      Berita Acara harus diketik rapi dengan ketikan asli (ketikan pertama) dan dilaksanakan dengan sistem tanya jawab.
c.       Sehubungan Berita Acara merupakan akta autentik, maka dalam pembuatannya tidak boleh ada tipp-ex. Sekiranya terjadi kesalahan dalam pembuatannya maka hams dicoret dengan cara renvoi.
d.      Panitera Pengganti segera membuat Berita Acara siding dengan diketik rapi begitu sidang selesai dilaksanakaln, diharapkan sebelum sidang berikutnya dimulai berita acara telah ditandatangani oleh Ketua Majelis/Hakim.
e.       Berita Acara Sidang merupakan catatan segala peristiwa hukum yang terjadi selama persidangan berlangsung. Dengan demikian Panitera Pengganti dalam membuat Berita Acara Sidang ini harus memakai bahasa hukum.
Ketentuan tentang minutasi;
a.       Pengertian minutasi menurut bahasa adalah surat asli. Menurut istilah adalah surat-surat putusan Pengadilan yang asli, tetap harus tersimpan di arsip kantor Pengadilan dimana Putusan itu dikeluarkan, tata cara pemindahan dan lain sebagainya harus menurut ketentuan peraturan yang berlaku.
b.      cara melaksanakan minutasi dapat dilaksanakan dengan berangsur-angsur (tidak sekaligus) yaitu setiap selesai sidang dengan membuat catatan asli. Kemudian dapat juga dilaksanakan dengan cara per kelompok yaitu dengan mengelompokkan jenis surat-surat asli dalam kelompok tertentu.
c.       Yang bertanggung jawab dalam melaksanakan minutasi adalah Hakim yang memutus perkara, pelaksanaan minutasi tersebut dibantu oleh Panitera Pengganti.
d.      Batas akhir melaksanakan minutasi adalah satu bulan setelah persidangan terakhir dilaksanakan. Setelah itu diharapkan catatan asli yang telah diminutasi itu telah menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dalam satu berkas (bendel perkara) dan selanjutnya diserahkan ke meja III.
4.      Meja III
a.       Menyerahkan salinan putusan Pengadilan Agama/Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Agung kepada yang berkepentingan.
b.      Menyerahkan salinan penetapan Pengadi1an Agama/ kepada pihak yang berkepentingan.
c.       Menerima memori/kontra memori banding, memori/kontra memori kasasi, jawaban/ tanggapan peninjauan kembali dan lain-lain.
d.      Menyusun/menjahit/mempersiapkan berkas.
Gambar 1.












1.      Dasar Hukum
a.       UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP ;
b.      UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ;
c.       UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum ;
d.      UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan Publik ;
e.       UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
f.       Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018, tanggal 26 Februari 2018, tentang pedoman standar pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri
g.      Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Kelas IA Khusus Nomor : W10. U4/248/KP.10.10/03/2018 tanggal 15 Maret 2018 tentang Penujukkan/penugasan pengawasan dan petugas meja piket pada Pengadilan Negeri Tangerang.
2.      Jenis-Jenis Layanan Peradilan Yang Pelaksanannya Dilakukan Secara Terpadu 
Jenis-jenis layanan peradilan yang masuk ruang lingkup Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Gate Integrated Service) tersebut, meliputi:[2]
a.       Kepaniteraan Perdata
1)      Pendaftaran perkara gugatan biasa;
2)      Pendaftaran perkara gugatan sederhana;
3)      Pendaftaran verset atas putusan verstek;
4)      Pendaftaran pekara perlawanan/bantahan;
5)      Pendaftaran perkara permohonan;
6)      Pendaftaran permohonan banding, kasasi dan peninjauan kembali;
7)      Penerimaan memori/kontra memori banding, kasasi dan peninjauan kembali;
8)      Penerimaan permohonan sumpah atas ditemukannya bukti baru dalam permohonan peninjauan kembali;
9)      Permohonan dan pengambilan sisa panjar biaya perkara;  
10)  Permohonan dan pengambilan turunan putusan;
11)  Pendaftaran permohonan eksekusi;
12)  Pendaftaran permohonan konsinyasi;
13)  Permohonan pengambilan uang hasil eksekusi dan uang konsinyasi;
14)  Permohonan pencabutan gugatan, permohonan, banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi serta konsinyasi;
15)  Permohonan pendaftaran putusan arbitrase;
16)  Layanan-layanan lain yang berhubungan dengan proses dan informasi penyelesaian perkara perdata;
b.      Kepaniteraan Pidana
1)      Penerimaan pelimpahan berkas perkara pidana biasa, singkat, cepat dan ringan/lalu lintas dari Penuntut Umum/Penyidik;
2)      Pendaftaran permohonan praperadilan;
3)      Penerimaan permohonan perlawanan, banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi;
4)      Penerimaan memori/kontra memori perlawanan, banding, kasasi dan peninjauan kembali
5)      Penerimaan permohonan pencabutan perlawanan, banding, kasasi dan peninjauan kembali;
6)      Penerimaan permohonan izin/persetujuan penggeladahan;
7)      Penerimaan permohonan izin/persetujuan penyitaan;
8)      Penerimaan permohonan izin/persetujuan pemusnahan barang bukti dan atau pelelangan barang bukti;
9)      Penerimaan permohonan perpanjangan penahanan;
10)  Penerimaan permohonan pembantaran;
11)  Penerimaan permohonan izin besuk;
12)  Layanan-layanan lain yang berhubungan dengan proses dan informasi penyelesaian perkara pidana;
c.       Kepaniteraan Hukum
1)      Permohonan pendaftaran akta pendirian CV;
2)      Permohonan pendaftaran waarmaking surat pernyataan waris;
3)      Permohonan pendaftaran penolakan waris;
4)      Permohonan surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dan perdata;
5)      Permohonan melaksanakan penelitian dan riset;
6)      Permohonan keterangan data perkara dan turunan putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap;
7)      Permohonan pendaftaran surat kuasa;
8)      Permohonan pendaftaran legalisasi akta kelahiran;
9)      Permohonan legalisasi surat;
10)  Permohonan pendaftaran utang tak tertagih;
11)  Layanan pengaduan/SIWAS-MARI;
12)  Layanan-layanan lain yang berhubungan dengan pelayanan jasa hukum lainnya;
d.      Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan
a.       Penerimaan surat masuk;
b.      Penerimaan berkas perkara banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi;
3.      Prinsip Tata Kerja Penyelengaraan Layanan Terpadu
Dengan melihat jenis-jenis layanan peradilan yang pelaksanannya dilakukan secara terpadu, dapat dikatakan hampir semua jenis pelayanan administrasi baik teknis maupun administrasi di Pengadilan Negeri Tangerang Kelas IA Khusus, dilaksanakan melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Gate Integrated Service). Untuk memudahkan pelayanan, maka pelaksanaannya dibagi ke dalam 5 (lima) meja pelayanan, yaitu :
a.       Meja 1 pelayanan Pengaduan : melayani pengaduan dari masyarakat baik dari para pencari keadilan atau pihak yang berperkara maupun dari customer focus  lainnya;
b.      Meja 2 pelayanan Tata Usaha dan Keuangan : melayani penerimaan surat masuk, penerimaan berkas perkara banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi, dan lain- lain;
c.       Meja 3 pelayanan Kepaniteraan Hukum : melayani semua jenis layanan bidang hukum seperti pendaftaran CV, dll;
d.      Meja 4 pelayanan Kepaniteraan Pidana: melayani semua jenis pelayanan yang berhubungan dan berkaitan dengan perkara perkara tindak pidana;
e.       Meja 5 pelayanan Kepaniteraan Perdata : melayani semua jenis pelayanan yang berhubungan dan berkaitan dengan perkara perdata;
Oleh karena itu, supaya pelayanan Pelayanan Terpadu Satu Pintu itu dapat berjalan optimal dan efektif serta dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat pencari keadilan dalam mengakses layanan  pengadilan secara sederhana cepat, murah, mudah, transparan, akuntabel, tepat, pasti dan terukur jangka waktunya (direct service) serta efektif, efisien dan ekonomis, maka dalam SK Ketua Pengadilan telah ditetapkan kebijakan untuk mengutamakan proses yang dilakukan satu pintu secara sekaligus untuk semua urusan layanan peradilan dengan memperhatikan seluruh tugas dan wewenang pelayanan utama di bidang teknis administrasi peradilan dan bidang kesekretariatan;
Dengan demikian, dalam waktu bersamaan akan diperoleh hasil akhir berupa terselesaikannya permohonan pelayanan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dalam Standar Pelayanan Peradilan dan Standar Operasional Prosedur;
Dalam hal ini penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Gate Integrated Service) tersebut dilakukan secara bersamasama oleh semua Kepaniteraan Muda dan Kepala Sub Bagian yang ada di pengadilan dalam waktu dan tempat yang bersamaan (front office), dengan menunjuk petugas khusus untuk bertugas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu secara bersamaan dan dalammenjalankan tugas, petugas tersebut akan diawasi dan dipimpin oleh para Panitera Muda dan Kepala Sub Bagian secara bergantian;
Segala tindakan administrasi baik yang bersifat teknis maupun yang bersifat non teknis yang dilaksanakan di unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilaksanakan dengan cara sederhana dan mudah diakses oleh para pencari keadilan dan dilaksanakan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai penyelenggara kebijakan pengadilan;
Untuk lebih memperlancar dan efektifnya pelayanan, maka tempat Pelayanan Terpadu Satu Pintu di lantai Dasar dibagi 2 (dua), yakni :
a.       Front Office / Meja Pelayanan, diperuntukkan sebagai tempat pendaftaran;
b.      Back Office / Meja tiga, untuk memverifikasi kelengkapan berkas serta memproses (dapur proses administrasi), kemudian apabila berkas tersebut telah selesai diproses, maka dikembalikan ke front office untuk diserahkan kepada pemohon / pencari keadilan.
4.      Alur Penyelesaian Layanan Terpadu
Prosedur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah sebagai berikut :
a.       Pemohon mengambil nomor antrian yang telah disediakan.
b.      Pemohon wajib memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan untuk setiap layanan peradilan yang dimohonkan dan merupakan dasar untuk pemrosesan serta penyelesaian permohonan layanan.
c.       Petugas PTSP mencatat, memverifikasi dan meneruskan kelengkapan berkas/dokumen ke backoffice untuk diproses sesuai SOP yang telah ditentukan. Khusus untuk pengadilan-pengadilan dengan jumlah perkara banyak agar menyediakan petugas verifikasi kelengkapan syarat-syarat sebelum diajukan ke meja PTSP.





Gambar.2


















BAB III

PENUTUP


Perbedaan pada administrasi peradilan antara pola Bindalmin dan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) terletak pada proses administrasi pendaftaran dan register perkara. Jika pada pola Bindalmin, terdapat aturan pembagian meja dan fungsinya masing-masing. Total ada 3 meja dengan 1 meja kasir. Berbeda dengan PTSP yang fungsi tiga meja pada pola bindalmin dijadikan satu meja dan satu petugas.
Harus ada pembaruan pada Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas yang masih menerangkan proses administrasi peradilan melalui bindalmin belum melalui PTSP.










DAFTAR PUSTAKA


Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II),
Pengadilan Negeri Tangerang Kelas I A, Panduan Pelaksanaan PTSP, www.pntangerang,go.id, Diaskses pada 19 Mei 2020








[1] Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II), hal. 9-11;
[2] Pengadilan Negeri Tangerang Kelas I A, Panduan Pelaksanaan PTSP, www.pntangerang,go.id, Diaskses pada 19 Mei 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Kewirausahaan Islam

Makalah Filsafat Empirisme

KAIDAH FIKIH KULLIYAT YANG KE 26-30